Aku merasakan kehangatan sore hari ini. Kulihat banyak
mahasiswa yang mungkin baru saja pulang dari kampusnya. Pemandangan Gunung
Geulis dari kejauhan menambah indahnya si sore hari ini. Kunaiki angkot dengan
tujuan pasti. Percetakan.... adalah alasan mengapa aku menaiki angkot ini. Ku emban
amanat dari teman-temanku untuk mengambil majalah dari percetakan yang telah
kita susun selama sebulan ini. Ah... aku baru menyadari bahwa proses pembuatan
majalah memang tidak semudah membacanya. Menentukan tema, mencari berita,
mewawancarai narasumber dan terakhir menyusun tata letak majalah sebelum
akhirnya menuju percetakan, merupakan pekerjaan yang berat namun menyanangkan. Aku
harus terbiasa dengan dunia tulis menulis, karena aku adalah mahasiswa Fakultas
Ilmu Komunikasi (Fikom) yang semester depan rencananya akan memilih jurusan
jurnalistik.
Lamuananku tentang proses pembuatan majalah pun buyar ketika
aku teringat bahwa aku tidak begitu ingat dimana tepatnya tempat percetakan itu
berada. Ya.... aku memang hanya pernah ke tempat itu sekali, dua hari yang lalu
tepatnya saat meyerahkan soft-copy
majalah kepada pihak percetakan.
“Turun di sini aja kang.” Seruku pada tukang angkot.
Aku memang tidak yakin apakah aku turun di tempat yang
benar, tapi yaaa sudahlah. Lagipula aku telah diberi anugerah berkomunikasi
oleh Tuhan sebagaimana hakikatnya makhluk hidup, mengapa tidak aku gunakan?. Dengan
sabar aku telusuri jalan sembari menyusuri pandanganku ke plang toko, ya
mungkin saja aku menemukan tempat percatakan yang aku datangi dua hari yang
lalu.
Akhirnya sampai juga aku ke tempat yang aku ingin tuju. Keberhasilan aku
mencapai tempat tidak lepas juga dari jasa tukang ojek, tukang parkir, ibu
penjaga toko karena dari merekalah aku mendapat informasi dimana letak pastinya
tempat ini.
Kulepas sepatuku yang solnya hampir copot dan kutaruh di
tempat yang disediakan. Percetakan ini memang tidak mengizinkan alas kaki masuk
ke tempat ini. Saat kubuka pintu (percetakan) kucium aroma kertas, kudengar
desingan printer yang sedang melakukan tugasnya menggores tinta ke dalam kertas
yang putih bersih. Lalu-lalang pelanggan juga ikut menciptakan suasana riweuh khas percetakan.
Kukeluarkan bon dan sejumlah uang dari dompet lusuhku untuk
menebus biaya percetakan majalah. Sebelum kulangkahkan kaki menuju tempat
pengambilan, aku melihat print-out majalahku
ada di tangan seorang gadis cantik yang sebaya denganku. Aku duga dia juga
mahasiswa Fikom, sama sepertiku.
“hmm mungkin ia ingin mencetak majalahnya di tempat ini juga
dan sebelumnya melihat hasil cetakan majalah yang sudah jadi punya orang lain
yang kebetulan adalah milikku.” Pikirku..
Dugaan ku memang benar. Segera saja aku meminta majalah itu
dan ia memberikannya padaku. “mau cetak majalah ya? Dari kelas apa?” tanyaku. “Kelas
K” jawabnya dan saat itu juga ia menyadari bahwa majalah yang dilihatnya tadi
adalah punyaku. “ oh kamu cetak juga ya, majalahmu kok halamannya banyak sih?,
beda dari majalahku, memang kamu kelas apa?” dia mengajukan rentetan pertanyaan
kepadaku, aku hanya menjawab dengan seadanya. Aku tau dia tertarik untuk mengobrol
dan mengajukan pertanyaan seputar projek tugas pembuatan majalah. Dia terlihat
ramah kepadaku, ya wajar, aku berpikir memang seharusnya begitu karena menurut
teori psikologi komunikasi, seseorang akan tertarik kepada sesutu salah satunya
karena adanya kesamaan. Ya... kesamaan diantara kita adalah sama-sama
diwajibkan membuat majalah untuk tugas akhir pengantar ilmu jurnalistik (PIJ). Kami
juga saling berkenalan dan setelah bercakap-cakap singkat yang tentunya seputar
tugas majalah, aku pun membayar sejumlah uang untuk menebus mejalahku dan
bergegas kembali pulang.
“ hey aku duluan ya...” sapaku..
“iya Dika, kelas apa kamu tadi? kelas F ya... sampai ketemu
di kampus ya”balasnya
Jleg!!!... dia
mengingat namaku..., aku bahkan tidak memperhatikan namanya saat kami
berkenalan tadi. Ya memang tadi aku lebih fokus pada hasil print-out majalahku dan sedikit memiliki gangguan ingatan jangka
pendek. Sempat terlintas dipikiran ku untuk kembali menanyakan namanya, tetapi
kuurungkan niatku. Aku kembali memakai sepatu yang kulepas di depan percetakan
dan menaiki angkot pertama yang kulihat saat keluar dari ruangan itu (percetakan).
Terbayang keramahan di wajah gadis yang kutemui di percetakan tadi, aku
menyesal tidak fokus pada percakapan singkat itu dengannya, aku menyesal tidak
mengingat namanya...aku bahkan hanya sedikit mengingat wajahnya. Kelas K....
hanya itu yang bisa aku ingat.
Akankah aku bisa bertemu kamu lagi??? wahai gadis yang
kutemui di percetakan...
Percetakan in Love
Jasa Desain Grafis Murah
http://www.desainbrothers.net/