“kalo gue kuliah di Jakarta, pasti gue stress banget”
Itu adalah ungkapan, curhatan atau apalah namanya, itu
dikatakan oleh salah satu teman saya disela-sela percakapan kami saat melakukan
kuliah lapangan di Jakarta. Wajar kalau teman saya berkata begitu, saya juga
berpikiran seperti itu karena di tempat dimana kami kuliah suasananya jauh
lebih tenang.
Kami adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang kampusnya
terletak di Jatinangor. Jatinangor adalah sebuah kecamatan
di Kabupaten Sumedang yang berbatasan langsung
dengan Bandung (baca juga: Jatinangor, Sumedang). Menurut persepsi saya Jatinangor
adalah sebuah kawasan perkebunan yang telah disulap menjadi sebuah kawasan
pendidikan yang banyak dibangun kampus-kampus besar. Kampus-kampus itu tentunya
mendatangkan mahasiswa yang artinya mendatangkan pendatang baru bagi Jatinangor.
Meskipun Jatinangor berbatasan langsung dengan Bandung, tetapi kawasan ini
tidak seramai, atau lebih tepatnya belum seramai Kota Bandung.
Tidak seperti Bandung yang memiliki banyak tempat hiburan. Jatinangor
hanya memiliki satu mall, yaitu Jatos (Jatinangor Square) tetapi pusat
perbelanjaan satu ini jauh dari kemegahan mall-mall yang ada di kota-kota besar,
mall ini hanya 3 lantai dan tidak terlalu luas, tetapi untunglah Jatos memiliki
bioskop (walau telat update).
Bagaimana dengan sinyal? Sangat sulit mendapatkan sinyal yang
baik di kawasan ini. pending saat mengirim SMS merupakan hal yang sudah biasa
bagi mahasiswa. Begitupun dengan sinyal televisi, tidak cukup dengan memasang
antena televisi jika ingin mendapat siaran. Penduduk disini harus memasang TV
kabel jika ingin menonton televisi dengan gambar yang bagus, kalaupun
menggunakan antena televisi, antena itu harus dipasang ditempat yang sangat
tinggi.
Jatinangor ramai dengan mahasiswa saat hari biasa, namun saat
musim liburan tiba, Jatinangor terlihat lengang. Wajar... karena memang banyak
pendatang di kawasan ini, sehingga jika liburan tiba mereka pulang ke daerahnya
masing-masing. Saat musim mudik, Jatinangor sama sepinya, bahkan lebih sepi
daripada hari-hari libur lainnya. Satu-satunya yang terlihat ramai ialah jalur
alternatif dari Cileunyi menuju Sumedang yang kebetulan melintasi kawasan
Jatinangor dan juga menjadi pilihan bagi pemudik yang menuju Malangbong Tasikmalaya,
Kadipaten, Cirebon dan beberapa kota lainnya yang searah.
Perwajahan Jatinangor masih terus mengalami moderenisasi
sampai saat ini, terbukti dengan semakin menjamurnya kost-kostan dan juga
dengan dibangunnya apartemen-apartemen. Apakah suatu saat Jatinangor akan
se-hiruk pikuk Bandung, dipenuhi bangunan pencakar langit seperti Jakarta,
sangat dekat dengan pusat-pusat hiburan seperti di kota-kota besar? Entahlah,
biarkan waktu yang menjawabnya...
0 komentar:
Posting Komentar