“Gunung Geulis adalah sebuah
gunung berada di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Dengan ketinggian
mencapai 1281 mdpl (meter diatas permukaan laut). Gunung ini yang tidak terlalu
tinggi sehingga lebih menyerupai bukit. Nama Geulis sendiri diartikan dalam
Bahasa Indonesia artinya (sebagian tulisan tidak terbaca karena coretan) Gunung
Cantik. Ada tiga jalur pendakian menuju puncak Gunung Geulis yaitu jalur Desa
Jatiroke, Kecamatan Jatinangor dan (sebagian teks tidak terbaca karena coretan)
Lebak Kaso, Kecamatan TanjungSari serta
Kecamatan Cimanggung, Bandung. Gunung Geulis menjadi dataran tertinggi dari
ketiga kecamatan tersebut.
Di puncak Gunung Geulis terdapat
makam. Makan tersebut dijadikan tempat jiaran bagi orang-orang yang memiliki
kepercayaan terhadap kekuatan magis oleh warga sehingga tidak semua orang dapat
harus mengetahui informasi makam. Hal itu karena hanya orang-orang tertentu
yang dapat mengetahui secara khusus mengenai Gunung Geulis. Menurut warga hanya
orang yang memiliki wangsit yang bisa mengetahui cerita Gunung Geulis.
Jalur menuju puncak berarah
Barat-Timur dengan jarak tempuh 2,42 KM serta waktu tempuh yang diperlukan
kurang lebih 2 jam perjalanan.
Gunung Geulis memang bukan gunung
yang tinggi seperti gunung-gunung yang menjadi tujuan para pecinta alam, Namun
Gunung Geulis memiliki banyak keunikan yang menjadi khasnya sendiri.kondisi vegetasi
hutan bambu juga harus menjadi pertimbangan seluruh kalangan untuk tetap bisa
melestarikan alam dan memanfaarkan kekayaan Gunung Geulis sebagaimana mestinya.”
Itu adalah seluruh teks yang
tertera di papan tanda yang terletak di awal jalur pendakian Gunung Geulis,
sangat disayangkan terdapat banyak coretan sehingga sebagian teks ada yang
tidak bisa terbaca dengan jelas.
Pertengahan Februari 2017 adalah
pertamakali saya mendaki Gunung Geulis. Padahal sudah kurang lebih 5 tahun saya
sudah melihat puncak Gunung Geulis dari kejauhan sejak pertamakali datang ke
Jatinangor pada pertengahan tahun 2011 silam.
Saya menginisiasi untuk mengajak
dua teman saya untuk mendaki Gunung Geulis yang biasanya hanya kami lihat dari
kejauhan selama bertahun-tahun. Sebenarnya ini adalah keinginan saya pribadi
selama bertahun-tahun,
“sebelum saya benar-benar
meninggalkan Jatinangor untuk waktu yang lama saya harus sudah mencapai titik
tertinggi di Jatinangor, Gunung Geulis”
Ya,.... benar-benar meninggalkan
untuk waktu yang lama... bukan untuk selamanya, karena dimanapun nanti saya
berada setelah ini, saya akan sebisa mungkin akan datang ke Jatinangor.. selalu
ada alasan buat saya untuk datang ke Jatinangor.
Saat itu kami hanya bertiga,
berangkat pukul 05.30 dari tempat kami menginap, dan sampai di kaki Gunung
Geulis kira-kira pukul 07.00. sebelumnya saya sempat membaca baca reviu dari
laman blog ada beberapa jalur pendakian menuju puncak Gtung Geulis dan Jalur
pendakian melalui Desa Jatiroke yang saya pilih karena paling dekat dengan
tempat menginap kami.
Seperti yang digambarkan di laman
blog yang sudah beredar di internet sebelumnya, pendakian gunung ini melewati
perkebunan warga lokal, rumput ilalang, hutan bambu dan berbagai area lainnya,
khas pendakian gunung di daerah parahyangan.
Kami tiba di puncak sekitar pukul
10.00. Kami mendaki sampai puncak kurang lebih selama tiga jam. Sejam lebih
lama seperti yang tertulis di papan informasi, ya selain kami sering
beristirahat, jalur pendakian yang licin karena hujan yang turun sehari
sebelumnya menjadi hambatan kami. Namun saya cukup senang kembali mendaki
gunung setelah bertahun-tahun tidak melakukannya, Saya telah mendaki beberapa
gunung di daerah parahyangan, meskipun tidak banyak dan saya bisa menilai jika
jalur pendakian Gunung Geulis tidak terlalu sulit dan gunung ini juga tidak
terlalu tinggi. Walau tidak se-wah gunung lain yang pernah saya daki
sebelumnya, ada pengalaman menarik selama saya mendaki gunung ini. Saya melihat
elang liar yang sedang terbang dengan anggunnya saat kami sedang berstirahat
dalam perjalanan menuju puncak. Sayang kami tidak sempat mendapatkan fotonya.
Di puncak Gunung Geulis terdapat
makam, yang saya lihat ada dua makam, walaupun kata seorang
petani yang kami
temui di jalan sebenarnya terdapat tiga makam. Kami tidak sempat bertanya
sejarah makam-makam tersebut karena tidak ada siapa-siapa yang kami sempat
tanyai di area makam tersebut. Tetapi menurut informasi yang beredar dari
internet makam-makam tersebut adalah makam salah satu“orang penting” yang tinggal
di daerah Kabupaten Sumedang. Entah benar atau tidak, saya juga tidak tahu pada
siapa dapat menanyakan informasi yang valid. Di lokasi makam pun tidak ada
tulisan apapun, jadi informasi yang selama ini beredar mungkin hanya informasi dari mulut ke mulut, tapi walaupun begitu cerita legenda tersebut tidak mengurangi rasa hormat kami semua kepada situs bersejarah tersebut, tetapi jika anda melihat lokasi secara langsung, ada rasa kecewa karena di sekitar area makam terdapat banyak coretan dari pengunjung yang tidak bertanggung-jawab.
Diatas puncak kami juga
menyempatkan makan siang untuk mengisi energi. Sepotong sandwich, sepotong roti
manis dan air mineral sepertinya cukup untuk mengisi energi kamu untuk turun
gunung. Jalur turun tidak lebih mudah dari saat pendakian, jalur yang licin
menyulitkan kami, beberapa kali kami terjatuh, dan ter ngesot-ngesot di jalur
berlumpur. Alhasil Baju dan celana kotor,sampai tulisan ini dibuat belom dicuci
Hahaaha
Waktu turun kurang lebih sama
dari waktu kami mendaki, yaitu selama tiga jam. Kami mendapat keberuntungan
saat itu, saat itu hari cerah sepanjang hari, padahal biasanya Jatinangor dan
sekitarnya sehari-hari diguyur hujan atau paling tidak berkabut sehingga
pemandangan Jatinangor dari atas terlihat jelas.. Cantik :)
Nah salah satu “bucket list” di
hidup saya terpenuhi, kalaupun saya nantinya akan meninggalkan Jatinangor dalam
waktu yang lama, saya tidak akan penasaran merasakan berada di titik tertinggi
Jatinangor :)
0 komentar:
Posting Komentar