Kesekian kalinya aku kembali menginjakan kaki di Jatinangor. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri, "mengapa aku tidak merasa excited atau sedih, rindu atau apalah. Seakan-akan tidak ada yang spesial lagi. Namun satu yang tak berubah; rasa nyaman. Segera saja aku mendapatkan jawabannya. Jatinangor sudah menjadi bagian hidupku, aku merasa setiap sudut di Jatinangor aku telah mengetahuinya dengan baik. Ya... Jatinangor adalah rumah. Jatinangor aku anggap adalah kampung halamanku.
Jatinangor lebih dari sekadar tempat. Mungkin yang satu ini agak terkesan berlebihan, tapi ya... jika Jatinangor menjelma menjadi sesosok manusia, dia sudah aku anggap orangtuaku sendiri. Dia adalah tempat bersandar saat aku sedih, tempat berbagi saat aku senang, tempat istirahat saat aku lelah, bukan hanya fisik, namun juga jiwa.
Jatinangor adalah kampus kehidupanku. Nah mungkin ini istilah yang paling tepat. Sebanyak apa pengalaman hidup yang telah aku rasakan di Jatinangor? Aku rasa sudah banyak, terlalu banyak.
Aku tahu arti dari sebuah pertemuan, dan sebaliknya, merasakan pahitnya perpisahan dari sebuah pertemuan yang indah.
Darimu Aku telah belajar dan menjalani arti dari sebuah kesetiaan, meski pada akhirnya mendapat kejamnya pengkhianatan.
Darimu Aku telah belajar sukarnya menerima perubahan, ya mungkin tak akan bisa sekuat kamu yang terus dipaksa berubah.
Surga dan neraka jalan berdampingan disini.
Menebar pahala atau menikmati sebuah dosa ditawarkan dengan murah disini.
Bagiku Jatinangor adalah zona nyaman sekaligus zona tempur. Disatu sisi me-ninabobo-kan diri ini, dan disisi lain pernah membuat diri ini lebih kuat.
Persahabatan, percintaan, pertemuan, perpisahan, kesetiaan, pengkhianatan, dan semua pelajaran kehidupan telah kudapat dan kuambil hikmahnya.
Jatinangor sayang, kau yang membuatku kembali, kau juga yang mengajarkanku untuk belajar pergi. Tapi aku tahu jika kau selalu menerima saat aku kembali kelak.
Karena selalu ada alasan bagiku untuk kembali ke Jatinangor
Jatinangor 2018
0 komentar:
Posting Komentar