Kisah Bisu Menara Loji

Kamis, 26 Juli 2012
     Jatinangor adalah salah satu kawasan di Indonesia yang sampai sekarang masih memiliki bangunan dari masa kolonial. Salah satunya adalah Menara Loji, begitu masyarakat sekitar biasa memanggilnya. Menara Loji terletak di pekarangan kampus Unwim (sekarang diambil-alih oleh ITB).  Jika Readers menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung, Readers akan bisa melihat menara ini di sebelah kiri jalan. Namun, kebanyakan orang tidak menyadari keberadaan menara ini karena memang tidak ada petunjuk penanda keberadaan menara tersebut.

Saat pertama kali melihat Menara Loji secara langsung, Kita merasakan langsung kemegahan menara ini. Angin sejuk yang turun dari Gunung Manglayang ikut menggoyangkan tumbuhan parasit yang tumbuh di dinding menara. Sayang, menara yang dulunya berfungsi sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan tersebut sekarang telah dikelilingi rumput liar, seakan-akan telah terlupakan.
Dari beberapa sumber, Kita menemukan sebuah fakta yang menyatakan bahwa perkebunan karet yang luas ini dulunya dimiliki oleh seseorang berkebangsaan Jerman bernama Baron Baud yang bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Untuk mengontrol kebun yang begitu luas maka pada tahun 1800-an didirikanlah menara yang bergaya neogothic ini, dengan tujuan sebagai menara pengawasan-dan-penanda-waktu-kerja para penyadap karet. Lonceng dibunyikan tiga kali sehari, pertama pada pukul 05.00 yang menandakan kegiatan perkebunan telah dimulai dan pekerja mulai menyadap getah karet, yang kedua pukul 10.00 yang menandakan pekerja mengumpulkan getah karet dan terakhir pukul 14.00 yang menandakan kegiatan perkebunan telah berakhir.

Kenangan Masa Kecil
Teh Tini, begitulah orang di sekitar memanggil namanya. Ia bercerita bahwa saat masih kecil,ia dan teman-temannya sering bermain di sekitar menara saat sore hari. “Saat itu pintu menara masih ada, belum ditutup seperti sekarang. Saya bersama teman-teman kerap kali menaiki tangga menara dan menikmati pemandangan dari atas menara” tutur wanita yang sejak kecil sudah tinggal di Jatinangor ini.
Sayangnya, Teh Tini kini kini tidak bisa menikmati pemandangan dari atas Menara Loji lagi. Kini pintu menara telah dihilangkan dan sudah ditembok. Masih belum jelas alasan pintu Menara Loji dihilangkan. “Saya tidak tahu jelas mengapa pintu itu ditembok, tetapi sejauh yang saya tahu tangga menuju menara sudah rapuh sehingga berbahaya untuk dinaiki” jelas Pak Asep, salah satu petugas PMI.

Menara yang Merana
Apakah menara ini terlupakan atau memang sengaja dilupakan? Kita tidak tahu pasti. Bahkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang mengaku tidak lagi bertanggung jawab atas keberadaan menara itu. “Menara itu sekarang bukan tanggung jawab kami lagi (Pemkab Sumedang) karena sekarang menara itu sudah diambil alih oleh ITB” jelas Agus Subarna, salah satu karyawan Pemkab Sumedang.
Kita menemukan fakta bahwa sekitar tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pun—selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar-budaya—tidak tahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu.
Di dekat menara itu Kita bertemu satpam yang bekerja untuk ITB, tetapi saat Kita bertanya mengenai Menara Loji, beliau pun tidak mengetahuinya dan ia mengatakan bahwa menara itu sekarang milik PMI yang letak kantornya tidak jauh dari menara itu.
Mengapa menara loji seakan-akan terlupakan dan tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya? Mengapa semua pihak terlihat saling menunjuk? Seharusnya  semua pihak baik itu pemerintah, masyarakat, pelajar, maupun mahasiswa harus lebih memperhatikan situs dan bangunan yang memiliki nilai sejarah dan budaya. Bangsa yang besar harus berkaca dari sejarah bangsa itu sendiri. Tidak sepatutnya melupakan jejak sejarah. Seharusnya itu bisa menjadi pembelajaran dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.


0 komentar:

Posting Komentar