Jiwa yang (hampir) Mati

Minggu, 11 Desember 2016


Aku masih ingat kapan terakhir kalinya tertawa lepas di kota ini,  memori itu kadang terulang di hari hari burukku.. sukurlah, sepertinya itu mencegahku dari kegilaan. Aku masih menyimpan beberapa foto ketika kita bersama, hey disana aku terlihat ceria dan begitu juga dengan kalian.  Kulihat ketika aku sedang sendiri, beberapa kali foto itu menjadi pengiring keluarnya air mata ini, dan mengingatkan jiwa yg lelah ini, jika aku pernah bahagia.

Hariku disini berat kawan, ya seperti biasanya.. namun tiada lagi penawar seperti sosok kalian kini, sosok yang menemani jiwa yang (hampir) mati.

Jika itu kalian, aku dengan senang hati mulai menerjang hari sebelum mentari.. jika itu kalian, aku dengan senang hati mengakhiri ketika jalan mulai sunyi.. jika itu kalian, tak ku pedulikan bising yang memekakan telinga.. jika itu kalian tak ku pedulikan panasnya kota.. jika itu kalian, jika itu kalian, tapi itu bukan kalian dan aku harap itu kalian

Lari dan Sembunyi



Aku lari dan sembunyi meskipun kau tidak mengejarku

Aku lari dari bayang-bayangmu yang tidak pernah lupa untuk tidak menghantui hari-hariku

Aku tenggelam dalam kenangan

Terkadang aku sesak dalam harapan

Aku lari dan sembunyi

Karena aku tak sanggup mengejar dalam sunyi

Ini hanya sementara, ini hanya sementara

Sebelum akhirnya aku kembali berlari membelah udara

Dan mungkin akan berakhir dalam kesunyian abadi

Karena harapan yang akan mati

Atau mungkin ini akan berakhir dengan alunan simfoni?

Entahlah, aku harap ada sedikit bantuan dari Sang Ilahi.

-WoodStation, Desember 2016-

Mendaki



Kita pernah berada di puncak, selama tiga bulan lamanya kita mendaki bersama.  

Saat ini kita telah sampai di kaki gunung dan sepertinya akan benar-benar berpisah.

Aku ‘kan mencari gunung lain yang akan kudaki, begitu juga dengan kamu.


Kau tak’ tahu betapa aku ingin kembali berjalan beriringan denganmu..

Betapa inginnya diriku dibantu dirimu saat pendakian sulit seperti saat ini.

Betapa inginnya diriku membantumu saat medan pendakian sedang ‘tak bersahabat.

Saat ini, hanya doa dan harapan baik yang bisa kuberikan padamu.

Selamat mendaki kawan, semoga kamu mendapat kebaikan dan pelajaran berharga selama pendakian.


Dan jika suatu saat Tuhan mengijinkan kita mendaki bersama lagi...

Aku ingin itu gunung terakhir yang kita daki.

-WoodStation,  Desember 2016-



“Teruntuk kawan-kawan terdekatku di Kemensetneg RI periode Mei-Agustus 2016, GRADE, RIZAL, HABIB, PULUNG, POLIN, BINTANG, EMA, ELIZA, PUTTI.”